KETUA Badan Legislasi atau Baleg DPR Bob Hasan mengklaim rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Saksi dan Korban (RUU PSDK) akan menguatkan posisi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lembaga itu bakal menjadi lembaga negara yang memiliki kewenangan penuh dalam memberikan pelindungan.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Setiap saksi, saksi pelapor, korban, informan, maupun ahli akan mendapatkan pelindungan. Harmonisasi RUU ini sekaligus meneguhkan LPSK sebagai lembaga negara yang berwenang melakukan pelindungan tersebut,” kata Bob Hasan, dikutip dari keterangan tertulis di laman resmi DPR, Sabtu, 6 Desember 2025.
Politikus Partai Gerindra ini berujar, proses harmonisasi RUU PSDK mengalami perkembangan signifikan. Sebab, pembahasan terdahulu masih berfokus pada pelaksanaan penghukuman atau pemidanaan.
Menurut Bob, cakupan pelindungan kini meluas tidak hanya pada lingkungan peradilan pidana, tetapi juga peradilan umum, Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), hingga Mahkamah Konstitusi.
Maka dari itu, Bob menekankan pentingnya pembulatan konsepsi dalam tahap harmonisasi untuk memastikan konsistensi dan keselarasan dengan regulasi lain. “Dengan begitu, RUU tentang Pelindungan Saksi dan Korban menjadi undang-undang yang utuh dan tidak terafiliasi dengan aturan lain,” tutur dia.
Lebih jauh, Bob Hasan juga mengklaim RUU PSDK bakal mengakomodasi rencana penguatan LPSK di daerah. Ia berkata rencana itu sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap akses pelindungan hukum.
Oleh karena itu, Bob berharap LPSK dapat membentuk kantor di setiap provinsi hingga tingkat kabupaten/kota. “Pelindungan harus dapat diakses seluruh masyarakat, tidak hanya yang berada di kota-kota besar,” kata Bob Hasan.
Adapun Baleg DPR telah menyepakati hasil harmonisasi RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam rapat pleno pada Kamis, 4 Desember 2025, seluruh fraksi di Baleg DPR memberikan persetujuan atas RUU PSDK untuk selanjutnya dibawa ke rapat paripurna guna ditetapkan sebagai RUU usul inisiatif DPR.
Bob Hasan mengatakan ada setidaknya 10 substansi perubahan RUU PSDK yang telah disepakati dalam tahap harmonisasi. Pertama, perubahan istilah perlindungan menjadi pelindungan.
Kemudian, perluasan objek pelindungan yang semula hanya saksi dan korban menjadi saksi, saksi pelaku, korban, pelapor, informan dan/atau ahli, di setiap tahapan peradilan. “Sebagai bagian dari konsekuensi perubahan paradigma sistem peradilan dan keadilan retributif menjadi keadilan restoratif dan rehabilitatif,” ucap Bob dalam rapat pleno, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis.
Kedua, RUU PSDK juga akan memuat penyempurnaan divisi dan kelembagaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK. Ketiga, penambahan definisi situasi khusus dalam ketentuan umum. Keempat, penyempurnaan pengaturan terkait dengan dana abadi korban dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 15.
Kelima, restrukturisasi bab tentang kerja sama. Keenam, materi muatan terkait dengan sahabat saksi dan korban sebagai bagian dari partisipasi masyarakat. Ketujuh, sinkronisasi RUU PSDK dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru ihwal rumusan norma koordinasi LPSK dengan aparat penegak hukum. Kedelapan, sinkronisasi rumusan larangan dan ketentuan pidana.
Kesembilan, RUU PSDK menambah ketentuan mengenai batas waktu pembentukan peraturan pelaksana. Lalu juga ketentuan pemantauan dan peninjauan undang-undang di ketentuan penutup.
Sementara kesepuluh, penyempurnaan teknis penulisan yang disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia dan teknis pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
.png)
11 hours ago
1





















