ASOSIASI Pemerintah Desa Seluruh Indonesia atau Apdesi menolak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 tahun 2025 tentang Pengalokasian Dana Desa Setiap Desa, Penggunaan, dan Penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025. Dalam PMK tersebut tertuang aturan baru mengenai pembentukan Koperasi Desa Merah Putih sebagai syarat pencairan dana desa.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut Ketua Umum DPP Apdesi Surta Wijaya, pemerintah desa sepakat bahwa Koperasi Desa Merah Putih mesti dijalankan. “Namun, harapan kami tidak mengganggu dana desa,” ujar Surta dalam rapat khusus DPP Apdesi yang digelar secara daring pada Sabtu, 29 November 2025.
Ia berujar, apabila ada penggunaan dana desa, maka ia berharap paling tidak sisa dana pembangunan Koperasi Merah Putih itu sepenuhnya diatur oleh pemerintah desa.
Adapun Kementerian Keuangan menetapkan regulasi yang mengatur ulang mekanisme pengalokasian, penggunaan, dan penyaluran anggaran untuk desa pada 19 November 2025. Beleid itu diundangkan dan mulai berlaku pada 25 November 2025. Dalam peraturan itu, pencairan anggaran dana desa dihadapkan dengan persyaratan baru yang lebih ketat dan spesifik.
PMK 81/2025 mengubah ketentuan Pasal 24 ayat (3) dalam peraturan yang lama mengenai penyaluran dana desa. Pada peraturan lama, persyaratan penyaluran dana desa tahap II ditentukan berupa laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran dana desa tahun anggaran sebelumnya serta laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran dana desa tahap I yang menunjukkan realisasi penyerapan paling rendah sebesar 60 persen serta rata-rata capaian keluaran paling rendah sebesar 40 persen.
Sedangkan dalam aturan baru, syarat penyaluran tahap II ditambah dengan adanya akta pendirian badan hukum koperasi desa/kelurahan merah putih atau bukti penyampaian dokumen pembentukan koperasi merah putih ke notaris, dan surat pernyataan komitmen dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) untuk pembentukan koperasi merah putih.
PMK 81/2025 juga mengatur penundaan penyaluran dana desa tahap II apabila persyaratan tahap II tidak dilengkapi hingga 17 September 2025. Dana desa tahap II yang ditunda penyalurannya itu berlaku baik yang ditentukan penggunaannya maupun yang tidak ditentukan penggunaannya.
Dana desa tahap II yang telah ditentukan penggunaannya dan penyalurannya ditunda akan disalurkan kembali setelah bupati/wali kota menyampaikan persyaratan penyaluran secara lengkap dan benar sampai dengan batas waktu yang ditetapkan pada akhir tahun.
Sementara itu, dana desa tahap II yang tidak ditentukan penggunaannya dan ditunda tidak akan disalurkan kembali. Dana tersebut, menyitir PMK 81/2025, dapat digunakan untuk mendukung prioritas pemerintah atau pengendalian fiskal dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Kemudian PMK tersebut juga mengatur bahwa dana desa tahap II yang tidak digunakan hingga akhir tahun anggaran berjalan bakal menjadi sisa dana desa di Rekening Kas Umum Negara (RKUN) dan tidak disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya.
Menanggapi aturan-aturan baru dalam PMK 81/2025, Surta Wijaya menegaskan bahwa dana desa tahap II tetap harus dicairkan. “Dana desa tahap terakhir harus dikeluarkan. Itu adalah harga mati untuk kami,” ujar Surta.
Ia mengatakan, jika penolakan atas PMK itu tak digubris oleh pemerintah pusat, maka pemerintah desa akan berdemonstrasi ke Jakarta. Surta menyebut mereka mempertimbangkan aksi di Kementerian Keuangan atau langsung di Istana Negara. “Ketika direalisasikan kami tidak perlu aksi, harapan kami. Namun ketika tidak direalisasikan, maka kami, suka tidak suka, harus aksi,” ujar Surta Wijaya.
.png)
1 week ago
4





















