Liputan6.com, Jakarta - Acara tahunan yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Jazz Goes to Campus (JGTC), kembali sukses digelar tahun ini. Festival tahun ini menghadirkan lima stage dengan konsep berbeda, dari panggung ke panggung, musisi bergantian menampilkan energi dan warna musik yang beragam.
Di antara banyaknya penampilan hari itu, nama Bilal Indrajaya mencuri perhatian dengan ciri khas vokalnya yang lembut dan penampilan yang penuh makna. Ia tampil membawakan sembilan lagu selama empat puluh menit dan berhasil membuat suasana panggung terasa penuh emosi.
“Sangat menyenangkan main ke JGTC, ini kali kesekian saya main ke sini,” ujar Bilal Indrajaya di press room, Jazz Go to Campus, Universitas Indonesia, Depok, Minggu (09/11/25)
Kehadirannya bukan hanya sekadar hiburan, tapi juga bentuk penghargaan terhadap perjalanan musik dan kenangan yang ia bawa ke atas panggung.
Bilal Indrajaya Persembahkan Lagu untuk Arya Paloh
Salah satu momen paling berkesan dari penampilan Bilal di The 48th Jazz Goes to Campus adalah ketika ia membawakan lagu yang jarang dinyanyikannya di depan publik.
“Tadi saya bawakan lagu judulnya 'Kaus Kaki Merah,' itu adalah lagu yang saya tulis sebagai tribute untuk almarhum Ade Paloh dari band Sore,” ujarnya.
Lagu tersebut ia ciptakan sebagai bentuk penghormatan bagi sosok yang punya pengaruh besar dalam hidup dan perjalanan karier musiknya.
Bilal mengenal Ade Paloh secara pribadi selama sembilan tahun. Dari hubungan itu, ia banyak belajar tentang kehidupan dan seni bermusik.
“Kalau ngomongin musik, saya tumbuh besar dari karier-karier beliau. Banyak sekali yang saya dapatkan tentang kehidupan, seputar berkarya, seputar musik. Jadi memang itu sebagai bagian terima kasih dari apa yang beliau berikan,” kata Bilal dengan nada lembut.
Dari Dunia Kantor ke Dunia Musik
Dalam perbincangan santai setelah penampilannya, Bilal membagikan sedikit cerita tentang perjalanan panjang menuju karier musiknya.
“Sebenernya seperti penikmat musik lainnya, saya tumbuh besar dengan banyak kesukaan. Saya suka dengerin musik, saya tumbuh dengan banyak musisi yang saya kenal dari kecil,” tuturnya.
Menurutnya, warna musik yang ia miliki saat ini adalah hasil refleksi dari berbagai pengaruh musik yang ia dengarkan sejak masa kecil.
Menariknya, sebelum benar-benar fokus bermusik, Bilal sempat bekerja di sebuah perusahaan sejak masa kuliah.
“Sebenernya saya sebelum berkarier di musik pernah kerja di perusahaan dari zaman kuliah. Dari kecil yang saya suka itu simple saya suka musik dan sepak bola,” ujarnya sambil tersenyum. Meski sempat menekuni dunia kerja kantoran, musik tak pernah benar-benar hilang dari kesehariannya.
“Dari dulu pun selagi saya bekerja di bidang lain, musik selalu ada. Di setiap hari raya, nge-band sama teman-teman, bikin lagu di kamar, pasti selalu ada musik di mana pun,” tambahnya.
Kini, Bilal bersyukur karena musik memberinya ruang untuk terus tumbuh dan belajar.
“Alhamdulillah ada jalannya untuk mencoba berkarya di musik. Mungkin sekarang masih belajar banget, masih banyak yang saya pelajari. Jadi mungkin kalau enggak di musik, ya masih di pekerjaan kantor,” ungkapnya.
Ceritanya menjadi cerminan bahwa perjalanan menuju panggung besar tidak selalu lurus, namun bisa berawal dari tempat yang sederhana.
Setlist yang Berbeda dan Inspirasi dari The Beatles
Setiap kali tampil, Bilal selalu punya tantangan tersendiri dalam menyiapkan penampilan. Ia mengatakan bahwa hal tersulit bukan membawakan lagu, tetapi menyusun urutan lagu yang akan dimainkan.
“Sebenernya yang susah bukan bawain lagunya, tapi bikin setlist-nya karena ada part di mana kita harus rolling dengan lagu-lagu lain, nentuin-nya yang susah.”
Bilal juga menambahkan bahwa ia selalu berusaha memberikan pengalaman berbeda di setiap penampilan.
“Saya berusaha untuk tidak membawakan setlist yang sama persis di setiap manggung,” lanjutnya.
Dari sekian banyak karya, Bilal memiliki beberapa lagu yang menjadi favoritnya untuk dibawakan di atas panggung. Ada "Saujana," kemudian "Darah," lalu ada "Nelangsa Pasar Turi", sama "Niscaya."
“Saya punya beberapa lagu kesayangan. Ada 'Saujana,' kemudian 'Darah' yang sangat menyenangkan dibawakan, 'Nelangsa Pasar Turi,' sama 'Niscaya.' Itu mungkin empat atau lima lagu yang pasti saya bawakan ketika manggung,” ujarnya.
Dalam momen yang sama Bilal menyebut siapa sosok pahlawan musiknya yang paling berpengaruh.
“Pahlawan saya dalam musik itu The Beatles, band terbaik di dunia. Jadi kalau ngomongin pahlawan di musik, ya The Beatles,” ujarnya mantap.
Baginya, The Beatles bukan hanya inspirasi, tapi juga contoh bahwa musik yang jujur dan sederhana bisa bertahan lintas zaman sama seperti semangat yang ia bawa setiap kali naik ke atas panggung.
.png)
3 weeks ago
13


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5434736/original/052423600_1764954450-ClipDown.com_591165500_18543220774053029_4820691622471934261_n.jpg)


















