Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (tengah) didampingi Sekjen PBNU Amin Said Husni (kanan)( MI/Susanto)
AMIN Said Husni, menegaskan Rapat Pleno yang digelar mengatasnamakan Pengurus Besar Syuriah tidak memenuhi ketentuan organisasi karena dianggap bertentangan dengan Anggaran Rumah Tangga (ART) NU serta keputusan Muktamar ke-34.
Amin yang ditunjuk Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya sebagai Sekretaris Jenderal PBNU menggantikan Saifullah Yusuf itu menjelaskan terdapat tiga alasan utama yang membuat rapat yang disebut digelar untuk menetapkan Penjabat Ketua Umum PBNU dinilai tidak memiliki dasar formal dalam struktur organisasi.
“Ini bukan sekadar tidak prosedural. Agenda tersebut justru menabrak keputusan tertinggi organisasi, yakni Muktamar,” ujarnya di Jakarta, Jumat (5/12).
Pertama, rapat tersebut merujuk pada keputusan Rapat Harian Syuriyah yang dilaksanakan pada 20 November 2025. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan ART NU Pasal 93, Rapat Harian Syuriyah tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang dapat memengaruhi struktur Tanfidziyah, termasuk posisi Ketua Umum. Keputusan Rapat Harian Syuriyah hanya bersifat internal sesuai Perkum 10/2025 Pasal 15 ayat 3.
“Keputusan tersebut hanya mengikat internal Syuriyah Harian sebagaimana Perkum 10/2025 Pasal 15 ayat 3. Jadi tidak ada efek apa pun terhadap kedudukan Ketua Umum,” tamdasnya.
Kedua, Amin menilai rapat tersebut tidak sah karena melanggar tata kepemimpinan rapat. Berdasarkan Pasal 58 ayat (2) huruf c dan Pasal 64 ART NU, rapat pleno PBNU wajib dipimpin oleh Rais Aam bersama Ketua Umum. “Kalau Ketua Umum tidak dilibatkan, maka rapat pleno itu sejak awal batal demi hukum,” terang Amin.
Ketiga, agenda rapat yang disebut bertujuan menetapkan “Pejabat Ketua Umum” jelas tidak memiliki dasar. Perkum No. 13 Pasal 4 ayat (1) menyebut jabatan Pejabat Ketua Umum hanya digunakan jika terjadi pergantian antar waktu, yaitu ketika seorang fungsionaris berhalangan tetap.
“Faktanya, KH Yahya Cholil Staquf tidak berhalangan tetap. Beliau adalah Mandataris Muktamar ke-34, dan tidak ada kekosongan jabatan yang perlu diisi,” ungkap Amin.
Ia menilai rencana penetapan Pejabat Ketua Umum justru bertentangan dengan keputusan Muktamar ke-34 yang menetapkan dan memberi mandat penuh kepada KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU.
“Jika ada agenda yang menabrak langsung keputusan Muktamar, itu pelanggaran serius dalam jam’iyyah ini,” tandasnya.
Ia menegaskan bahwa seluruh proses di lingkungan NU perlu dijalankan sesuai ketentuan agar tertib organisasi tetap terjaga “NU punya aturan, punya marwah. Kita semua wajib menjaganya,” tutupnya.
Sebelumnya, Ketua PBNU Bidang Pendidikan, Moh Mukri, menyampaikan bahwa PBNU berencana menggelar rapat pleno pada 9 Desember 2025. Menurutnya, Mustasyar, A’wan, Syuriyah, Tanfidziyah, serta seluruh pimpinan lembaga dan badan otonom (Banom) PBNU akan hadir dalam forum tersebut.
"Rapat pleno merupakan forum konstitusional yang penting untuk memastikan kesinambungan kepemimpinan PBNU berjalan sesuai aturan organisasi," ujar Mukri dalam keterangannya, Jumat (5/12).
Ia menambahkan bahwa rapat pleno tersebut digelar untuk menetapkan Penjabat Ketua Umum PBNU setelah diberhentikannya Yahya Cholil Staquf.
(P-4)
.png)
13 hours ago
2




















